Leiden is Lijden, memimpin adalah menderita, begitulah kata pepatah kuno Belanda. ungkapan ini melekat pada diri Haji Agus Salim dalam sebuah tulisan, karya Mohamad Roem dengan judul, "Haji Agus Salim, Memimpin adalah Menderita.
Siapa yang tak kenal Haji Agus Salim (1884), beliau merupakan pejuang kemerdekaan yang begitu mahsyur akan pengetahun dan hidup sederhana yang dijalaninya meskipun pernah menjadi seorang menteri. setelah Indonesia merdeka beliau menjabat sebagai Menteri Muda Luar Negeri Republik Indonesia kabinet Sutan Sjahrir dan Menteri Luar Negeri kabinet Amir Sjarifuddin. Haji Agus Salim merupakan diplomat ulung yang begitu terkenal dengan kemampuan komunikasi yang meliputi sembilan bahasa, terbukti dengan sangat berjasanya beliau dalam penggalangan dukungan negara Arab untuk kemerdekaan Indonesia. kehidupan beliau sangatlah sederhana, tercermin dari keadaan rumah tangga yang pada tahun 1915 beliau harus mulai merasakan pindah dari satu kontrakan ke kontrakan lain. jika kita melihat pada background pendidikan, beliau merupakan Lulusan terbaik Hogere Burgerschool (HBS) Koning Willem III Batavia dan pernah bekerja sebagai penerjemah ahli konsulat Hindia Belanda di Jeddah, juga mendirikan sebuah Sekolah Dasar. meski dengan background tersebut tetap membuat beliau sangat merasakan kehidupan sederhananya. pengalaman beliau yang ditulis oleh Roem mengambil kesimpulan "jalan pemimpin bukan jalan yang mudah, memimpin adalah jalan yang menderita."
menjadi pemimpin bukan perkara yang mudah, pemimpin bukanlah orang yang mampu leluasa untuk berbuat menurut kesenangan diri saja, meskipun potensi untuk berbuat kesenangan itu ada dan begitu mungkin untuk direalisasikan. pemimpin adalah seorang yang harus dengan ikhlas mengorbankan segala kemampuannya untuk menghadirkan kesejahteraan bagi orang yang dipimpinnya, kepercayaan menjadi modal paling penting untuk memimpin karena bersamaan dengan kepercayaan itu terselip harapan-harapan dari rakyat. disamping kepercayaan yang begitu besar, seorang pemimpin harus mempunyai pola pikir yang jauh lebih visioner untuk menghadapi tantangan yang akan datang. dan siap dengan konsekuensi menderita karena harus mendahulukan kepentingan rakyatnya. kepemimpinan tidak berbicara benefit juga tidak berbicara eksistensi, kepemimpinan hanya berbicara tentang ide dan penerapan keadilan yang harus direalisasikan ketika memimpin. bahkan ada yang mengatakan menjadi pemimpin artinya memberikan kemerdekaan diri untuk kemerdekaan orang yang lain.
zaman yang terus berkembang menghasilkan beragam diskursus, untuk menghadapi dinamika zaman ini diperlukan pemimpin-pemimpin yang memenuhi klasifikasi, beragam spekulasi tentang pemimpin ideal mengarah kepada para pemuda. bonus demografi menjadi salah satu pertimbangan. pemuda yang mengenyam tingkat pendidikan di perguruan tinggi atau universitas terus berupaya menjadikan kampus sebagai tempat beraktualisasi diri, dimulai aktif pada kegiatan akademik, organisasi hingga kegiatan-kegiatan sosial lainnya. bukan hal yang biasa jika pemuda sudah disibukkan dengan kegiatan-kegiatan yang berbau kepemimpinan.
"Muda adalah kekuatan" merupakan tagline yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. tagline ini muncul pada reklame-reklame untuk mengisyaratkan pemuda turun tangan dalam menata kehidupan bernegera. disatu sisi, bonus demografi akan sangat menguntungkan jika dikelola dengan begitu baik. menjadikan kekuatan bagi negara ini untuk mampu meningkatkan daya saing dan pergaulan yang terbuka bagi Indonesia dimata dunia. Leiden is Lijden "memimpin adalah menderita" bukan hanya sebagai kutipan tapi inilah yang menjadikan tolak ukur dari konsekuensi kita dalam menjadi seorang pemimpin.
tulisan ini saya dedikasikan untuk mereka yang masih memperhitungkan untung-rugi menjadi seorang pemimpin


14.31
ASY SYARIF
